"My Secret Room"

Kediri-Kertosono


Ujian telah usai, saatnya untuk meluangkan waktu demi menyenangkan badan dan pikiran. Ayo berlibur! Proposal liburanku Semester ini di ACC Bapak dan Ibuk. Karena bertepatan dengan kedatangan Eyang (sapaan dalam Bahasa Jawa untuk kakek dan nenek) ke Jogja. Aku pulang kerumah saat itu hari Jumat sore. Alhamdulillah selama perjalanan hujan masih tertahan di mulut paman Comulus Nimbus, ya walaupun sudah siap untuk dimuntahkan. Sampai di rumah tepat berbarengan dengan adzan Ashar berkumandang. Rutinitas wajib pertama adalah salim ke Eyang. Dan jeng..jeng.. ternyata besoknya yaitu hari Sabtu aku langsung diajak ke tempat Eyang di Kediri. Syok, karena semua baju yang aku bawa adalah baju kotor siap cuci. Tapi nggak mungkin diundur lagi, Eyang sudah satu minggu di Jogja dan meninggalkan rumah sepi tanpa orang. Maka keesokan harinya aku berangkat.

Sudah seminggu aku di rumah Eyang, saatnya untuk pulang karena terhimpit jadwal rangkaian kegiatan KKN-PPL. Mau nggak mau ya harus mau. Malam Minggu sebelum aku pulang, ketiga kakak sepupuku tidur di tempat Eyang gara-gara Minggunya aku udah pulang. Pulangnya pun aku nggak salim ma Eyang Kakung, karena Eyang udah keburu berangkat Jalan Santai di GOR Kediri sebelum aku selesai mandi. Setelah berpamitan dengan semuanya aku dan Bapak capcus pulang Jogja. Rute Perjalanan kali ini Kediri-Kertosono-Jogja-Wonosari.

Di utara Pasar Muning aku dan Bapak menunggu Harapan Jaya mengangkut kita. Saat itu tarif yang dikenakan termasuk murah dari yang biasa tarif Kediri-Kertosono Rp 8.000,00 saat itu menjadi Rp 4.000,00. Diskon kali ya, ikut-ikut toko-toko di pusat perbelanjaan. Harapan Jaya yang kita naiki ber-AC sehingga mengundang sayup-sayup mata untuk segera terpejam. Tapi ada yang menggelitik telingga saat Harapan Jaya berjalan di atas Sungai Brantas. Percakapan ibu dan anak yang kurang lebih seperti ini.

Ibuk   : Kae lho banjir
Anak  : oh iyo buk, buk kenopo kok banjir?
Ibuk   : yo ben banjir, ki dimaem jajane (si ibuk mengalihkan pembicaraan).

Mendengar jawaban si ibu mulutku kontan komat kamit sambil merutuk dalam hati. Geli dan gemas rasanya mendengar jawaban ibu itu pada anaknya. Pengen banget balik badan dan melongok ke kursi belakang untuk memberi tahu jawaban ke adeknya. Tapi urung, ndak disangka sok pinter malah gawat. Saat itu juga ak berjanji pada diri sendiri, kelak saat aku sudah menjadi seorang ibu aku akan memberi jawaban yang sesuai. Lebih baik berkata "maaf nak ibu belum tau, nanti ibu cari tau dulu ya" daripada memberi jawaban asal. Ya bukannya sok-sokan sih, tapi aku rasa jawaban yang kita berikan saat anak dalam usia tumbuh kembang akan diingat si anak dengan baik. Ya masa-masanya anak untuk belajar, kalu diberi jawaban yang baik pasti hasil kedepannya juga akan menjadi baik (pintar). Aku disekolahkan sampai sekarang ini bukan cuma untuk masa depanku, tapi juga masa depan anak-anakku kelak. Sesuai dengan prinsip Bapak yang kini menjadi salah satu perinsipku , "ANAKKU HARUS LEBIH PINTAR DAN SUKSES DARIPADA AKU!"

Mungkin sedikit menjadi beban, tapi dilihat dari segi tujuannya prinsip bapak sangat memotifasi tinggal bagaimana aku menyampaikan hal tersebut pada anakku kelak. Karena hidup terus menjadi lebih baik atau maju, jadi kita juga harus maju dan lebih maju. Selagi mampu dan mau kenapa tidak. Terima kasih untuk didikan orang tuaku yang luar biasa, mengutamakan anak-anaknya dan mengesampingkan kebutuhan lainnya. Seperti kata Ibuk suatu ketika, "Bapak sama Ibuk lebih baik hidup sederhana tapi anak-anaknya sekolah setinggi mungkin dan pintar." Dan itu semua sudah dibuktikan, Bapak lebih baik menjadi seorang guru biasa ketimbang menjadi Kepala Sekolah atau Pengawas namun jabatan itu beliau dapat dari "membelinya". Beliau lebih memilih menggunakan uang itu untuk menyekolahkan aku dan adik perempuanku. Dan sekarang saatnya berjuang, demi aku, orang tuaku, dan keluargaku kelak. SEMANGAT!! YES, I CAN DO IT!!
READMORE
 

Nasib Si Sumber Ilmu

     Beberapa bulan lagi datang tahun ajaran baru. Datang juga suasana, kelas, baju, dan buku-buku baru... seragam... seragam... (intonasi iklan pemutih pakaian). Asik bisa beli-beli barang-barang baru untuk keperluan sekolah, termasuk buku. Mau buku pelajaran, buku tulis, buku gambar bahkan sampai buku diary. Hihihi...ketahuan deh suka curhat...Tapi yang penting bukan masalah buku diary atau buku gambar dan buku tulis tapi lebih pada buku pelajaran. Setiap tahun ajaran baru pasi perusahaan-perusahaan tau industri-industri percetakan kejatuhan banyak orderan buku. Dari merek A sampai merek Z. Tapi pernahkah kita berfikir, masihkah buku-buku itu digunakan pada jenjang sekolah yang sama di 5-10 tahun yang akan datang? Masihkah buku-buku itu disimpan saat ia tertumpuk tak terjamah? Mungkin kebanyakan orang akan berfikir kalau buku-buku bekas itu lebih baik dijual daripada menumpuk di dalam rumah dan memenuhi ruangan.
     Itu merupakan salah satu fenomena sepele salah satu akibat dari kebijakan kependidikan di Indonesia. Kurikulum di Indonesia berubah-ubah tiap 4-5 tahun sekali. Dan mau tidak mau buku-buku pelajaran harus menyesuaikan dengan kurikulum yang berlaku jika ingin tetap laku atau perusahaannya tetap eksis. Memang benar, ketika kurikulum yang digunakan 'lebih baik' dari sebelumnya mutu pendidikan di Indonesia akan semakin baik pula. tapi apakah sudah tepat sasaran dan layak digunakan di Indonesia? Ketika buku-buku dengan kurikulum baru beredar dan banyak dibutuhkan untuk menunjang proses belajar, masalah lain akan timbul setelah buku-buku itu tidak lagi digunakan. Mungkin benar buku-buku selama apapun jika sudah ada di perpustakaan akan tetap awet dan selalu digunakan, tapi apakah yang dibeli secara individu juga bernasib sama dengan yang ada di dalam perpustakaan? Dan kenyataannya adalah tidak.
     Jika anak-anak yang kemampuan ekonomi keluarganya terbatas, maka buku-buku pinjaman dari sekolah menjadi ujung tombak mereka untuk maju. Tapi bagi mereka yang memiliki rezeki lebih membeli buku merupakan hal yang sepele untuk mereka. Dengan jumlah anak 2 atau lebih pun mereka akan dengan mudah membelikan anak-anaknya buku pelajaran berapapun harganya. Ya mau nggak mau tetap begitu, kan demi pendidikan anak-anaknya. Apalagi dari SD guru-guru mengatakan bahwa buku adalah sumber ilmu, buku adalah cendela dunia, dll. Memang bagus untuk memotifasi anak untuk belajar. Ketika buku-buku itu masih baru, buku itu akan disayang-sayang pemiliknya, namun setelah 3-5 tahun kemudian buku -buku itu lebih banyak berujung pada tukang loak atau rosok.
     Kejadian itu tidak bisa dipungkiri lagi. Ketika sumber ilmu itu dengan nyata dan secara tidak sengaja teronggok menjadi tumpukan-tumpukan yang dikemas dengan tali plastik warna-warni di temat penampungan. Berbagai macam pertanyaan muncul di benakku. Setelah dikemas buku-buku itu akan diapakan,dijual lagikah atau hanya akan dibiarkan menumpuk begitu saja? Jika dari tahun ke tahun ataupun dari perpindahan kurikulum-ke kurikulum yang baru akan menghasilkan masalah seperti ini bagaimana nasib pohon-pohon yang ditebangi untuk bahan dasar kertasnya? Apakah buku-buku itu tidak bisa dikemas secara elektronik untuk keseluruhannya? Toh teknologi sekarang sudah maju dan anak-anak di TK dan SD pun sudah bisa memanfaatkan teknologi seperti HP, komputer/leptop, dan internet. Dengan begitu semuanya akan lebih baik lagi ke depannya. 
"Sumber ilmuku akan tetap abadi tanpa harus membuatnya terlunta-lunta"




sekilas inspirasi saat melihat si bapak mengemas buku-buku lama
foto diambil di salah satu sudut kota Yogyakarta
dan di tengah-tengah keramaian  malam akhir pekan
saat sebagian besar orang sedang bersenang-senang
di tempat itu ia mengemas buku-buku lama  hasil siang  hari
READMORE
 

Upacara Cing-cing Guling



Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa YogyAkarta. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta (Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan jarak ± 39 km. Wilayah Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 18 Kecamatan dan 144 desa. Kabupaten Gunungkidul terletak diantara 110O 21'- 110O 50' BT dan 7O 46'-8O 09' LS.
Dengan adanya 18 kecamatan dan 144 desa membuat Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak budaya. Salah satunya di Kecamatan Karangmojo yang memiliki tradisi Upacara Cing-cing Goling. Perayaan Upacara cing-cing Goling lebih tepatnya digelar di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul atau 8 km di sebelah timur dari Kota Wonosari.
Upaca Cing-cing Goling ini dapat dikategorokan sebagai selamatan atau ucapan rasa syukur. Menurut kategorinya upacara ini sama dengan salah satu tradisi atau ritul tahunan Rasulan. Namun keduanya memiliki perbedaan yang siknifikan, karena Rasulan merupakan salah satu tradisi tahunan yang sudah dianggap sebagai hari penting ketiga setelah Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Selain itu tradisi Rasulan diadakan di tiap desa di Kabupaten Gunungkidul. Namun Upacara Cing-cing Guling hanya terjadi di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo.
Menurut keterangan dari beberapa kalangan, Upacara Cing-cing Goling merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen masyarakat setempat dan para pelarian dari Kerajaan Majapahit. Peristiwa pelarian orang-orang Kerajaan Majapahit ditengarai terjadi ketika Kerajaan Majapahit berada di ambang keruntuhan pada abad ke-15. Saat itu Kerajaan Majapahit diperintah oleh Raja Brawijaya V. Para pelarian yang dipimpin oleh Wisang Sanjaya dan Yudopati ini, menempuh perjalanan dari Jawa Timur hingga tiba di daerah yang kini dikenal dengan nama Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul.
Di daerah ini, Wisang Sanjaya, Yudopati, dan pelarian lainnya mencoba membaur dengan penduduk sekitar yang tinggal lebih dulu. Penduduk setempat menerima mereka karena sikap mereka yang dikenal ringan tangan dan mudah bergaul. Ditambah lagi, penduduk setempat menganggap para pelarian ini telah berjasa besar dalam membantu mengamankan daerah Gedangan dari serbuan para penjahat yang kala itu sering datang dan mengincar hasil panen para penduduk.
Selain membantu mengusir para penjahat, pelarian dari Kerajaan Majapahit ini juga berusaha memajukan pertanian dengan cara membuat bendungan di Kali Dawe. Bersama dengan masyarakat setempat, para pelarian ini bahu-membahu membuat bendungan agar sawah di sekitar daerah Gedangan tidak kekurangan pasokan air. Usaha ini membuahkan hasil, sawah-sawah milik para penduduk Gedangan tidak pernah mengalami kekeringan (kekurangan pasokan air). Bendungan yang dibangun atas usaha bersama antara pelarian dari Kerajaan Majapahit dengan penduduk sekitar tersebut diberi nama Bendungan Kali Dawe (Bendungan Kedung Dawang). Pada masa penjajahan Belanda, bendungan ini sempat dibangun ulang. Hingga kini, bendungan ini masih berfungsi sebagai pemasok air untuk irigasi lahan pertanian daerah Gedangan.
Ketika Bendungan Dawe selesai dibuat dan berfungsi untuk mengairi sawah serta tiba masa panen, para pelarian dari Kerajaan Majapahit dan penduduk setempat menggelar upacara selamatan sebagai ungkapan rasa syukur atas panen yang mereka peroleh sekaligus meminta berkah untuk panen di masa yang akan datang. Upacara selamatan inilah yang kini dikenal dengan nama Upacara Cing-cing Goling.
Upacara Cing-cing Goling merupakan upacara adat sebagai ritual penghormatan terhadap roh leluhur ataupun roh pelindung masyarakat di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo. Perhelatan ini jatuh pada pascapanen ke-2, yaitu sekitar bulan Mei, Juni, dan Juli dan berlangsung menurut hari dalam pasaran Jawa, yaitu hari Senin Wage atau Kamis Kliwon. Upacara Cing-cing Goling dilaksanakan di Bendungan Dawe (Bendungan Kedung Dawang). Di tengah upacara biasanya disajikan pertunjukan tari yang bernama Tari Cing-cing Goling.
Upacara Cing-cing Goling merupakan perpaduan dua unsur yang sebenarnya cukup berbeda, yaitu unsur Hindu yang dibawa oleh pelarian dari Kerajaan Majapahit dan unsur kejawen dari penduduk yang mendiami wilayah yang kini dikenal dengan nama Dusun Gedangan. Meski berbeda, kedua unsur ini ternyata bisa berpadu dengan apik yang dibuktikan dengan perayaan selamatan bersama yang terwujud lewat Upacara Cing-cing Goling. Para pelarian yang bisa membaur dan penduduk setempat yang mau menerima orang-orang asing menandakan bahwa kebudayaan lokal mempunyai kearifan tersendiri dan tidak antipati terhadap masuknya budaya pendatang.
Upacara Cing-cing Goling merupakan upacara selamatan yang berskala besar untuk ukuran sebuah perayaan adat. Setiap digelar, upacara ini menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Keperluan untuk upacara tersebut misalnya pembuatan tempat upacara, pembelian ratusan ayam (kadang mencapai 800 ekor) untuk keperluan upacara, pembelian berbagai sesaji, pementasan berbagai kesenian adat berupa cerita rakyat dalam bentuk fragmen yang berkisah tentang cerita pelarian orang-orang dari Kerajaan Majapahit (pada salah satu adegan terlihat puluhan orang berlarian menginjak-injak tanaman pertanian yang terdapat di sekitar bendungan. Berdasarkan kepercayaan masyarakat, tanaman yang diinjak-injak saat berlangsung Upacara Cing-cing Goling itu akan bertambah subur), dan pementasan Tari Cing-cing Goling.
Ada hal yang menarik dari ritual persembahan ayam, yaitu kemasan berbentuk tas yang terbuat dari janur atau daun kelapa untuk wadah ayam tersebut. Kemasan dari janur ini kini sudah sangat langka ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Gunungkidul.
Meskipun memerlukan biaya yang tak sedikit, tetapi Upacara Cing-cing Goling tetap dihelat setiap tahunnya. Masyarakat Gedangan menganggap upacara yang telah bertahan selama berabad-abad ini sebagai bagian dari adat dan harus dilestarikan.

READMORE
 

Dunia Yang Indah-Seventeen


Indah terasa indah saaat melihatmu
Hijau dan birunya dunia
Musnah kini telah musnah manusia telah buta
Merusak isi dunia

Musnah kini telah musnah manusia telah buta
Merusak isi dunia

Tak ada tempat terindah
Untuk kita hidup bersama

Wahai kau manusia
Cintailah duniamu untuk selamanya
Semua untuk kita mimpi indah di dunia
Dunia yang indah

Tak ada tempat terindah
Untuk kita hidup bersama

Wahai kau manusia
Cintailah duniamu untuk selamanya
Semua untuk kita mimpi indah di dunia
Dunia yang indah

Wahai kau manusia
Cintailah duniamu untuk selamanya
Semua untuk kita mimpi indah di dunia
Dunia yang indah

READMORE
 

SMA...SMA...SMA...With XII IPS1...Senangnya ^^

Berulang kali mersa ada yang berbeda, berulang kali merasa kesepian dan berulang kali pula ingin berkumpul bersama kalian. Tapi tulisan ini baru bisa ditulis seteh Hendricus Ardyas alias Damix menanyakan kabarku dan berkata "Aku sih pngen kyo masa2 sma byen bong. Gayeng!". Masa-masa SMA-ku memang begitu berarti.









-to be continued-

READMORE