Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten
Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah
Istimewa YogyAkarta. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta
(Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan jarak ± 39 km. Wilayah
Kabupaten Gunungkidul dibagi menjadi 18 Kecamatan dan 144 desa. Kabupaten
Gunungkidul terletak diantara 110O 21'- 110O 50' BT dan 7O 46'-8O 09' LS.
Dengan adanya 18 kecamatan dan 144 desa membuat
Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak budaya. Salah satunya di Kecamatan
Karangmojo yang memiliki tradisi Upacara Cing-cing Goling. Perayaan Upacara
cing-cing Goling lebih tepatnya digelar di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan
Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul atau 8 km di sebelah timur dari Kota
Wonosari.
Upaca Cing-cing Goling ini dapat dikategorokan
sebagai selamatan atau ucapan rasa syukur. Menurut kategorinya upacara ini sama
dengan salah satu tradisi atau ritul tahunan Rasulan. Namun keduanya memiliki
perbedaan yang siknifikan, karena Rasulan merupakan salah satu tradisi tahunan
yang sudah dianggap sebagai hari penting ketiga setelah Hari Raya Idul Fitri
dan Hari Raya Idul Adha. Selain itu tradisi Rasulan diadakan di tiap desa di
Kabupaten Gunungkidul. Namun Upacara Cing-cing Guling hanya terjadi di Dusun
Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo.
Menurut keterangan dari beberapa kalangan,
Upacara Cing-cing Goling merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan panen
masyarakat setempat dan para pelarian dari Kerajaan Majapahit. Peristiwa
pelarian orang-orang Kerajaan Majapahit ditengarai terjadi ketika Kerajaan
Majapahit berada di ambang keruntuhan pada abad ke-15. Saat itu Kerajaan
Majapahit diperintah oleh Raja Brawijaya V. Para pelarian yang dipimpin oleh
Wisang Sanjaya dan Yudopati ini, menempuh perjalanan dari Jawa Timur hingga
tiba di daerah yang kini dikenal dengan nama Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo,
Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul.
Di daerah ini, Wisang Sanjaya, Yudopati, dan
pelarian lainnya mencoba membaur dengan penduduk sekitar yang tinggal lebih
dulu. Penduduk setempat menerima mereka karena sikap mereka yang dikenal ringan
tangan dan mudah bergaul. Ditambah lagi, penduduk setempat menganggap para pelarian
ini telah berjasa besar dalam membantu mengamankan daerah Gedangan dari serbuan
para penjahat yang kala itu sering datang dan mengincar hasil panen para
penduduk.
Selain membantu mengusir para penjahat,
pelarian dari Kerajaan Majapahit ini juga berusaha memajukan pertanian dengan
cara membuat bendungan di Kali Dawe. Bersama dengan masyarakat setempat, para
pelarian ini bahu-membahu membuat bendungan agar sawah di sekitar daerah Gedangan
tidak kekurangan pasokan air. Usaha ini membuahkan hasil, sawah-sawah milik
para penduduk Gedangan tidak pernah mengalami kekeringan (kekurangan pasokan
air). Bendungan yang dibangun atas usaha bersama antara pelarian dari Kerajaan
Majapahit dengan penduduk sekitar tersebut diberi nama Bendungan Kali Dawe
(Bendungan Kedung Dawang). Pada masa penjajahan Belanda, bendungan ini sempat
dibangun ulang. Hingga kini, bendungan ini masih berfungsi sebagai pemasok air
untuk irigasi lahan pertanian daerah Gedangan.
Ketika Bendungan Dawe selesai dibuat dan
berfungsi untuk mengairi sawah serta tiba masa panen, para pelarian dari
Kerajaan Majapahit dan penduduk setempat menggelar upacara selamatan sebagai ungkapan
rasa syukur atas panen yang mereka peroleh sekaligus meminta berkah untuk panen
di masa yang akan datang. Upacara selamatan inilah yang kini dikenal dengan
nama Upacara Cing-cing Goling.
Upacara Cing-cing Goling merupakan upacara adat
sebagai ritual penghormatan terhadap roh leluhur ataupun roh pelindung
masyarakat di Dusun Gedangan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo. Perhelatan
ini jatuh pada pascapanen ke-2, yaitu sekitar bulan Mei, Juni, dan Juli dan
berlangsung menurut hari dalam pasaran Jawa, yaitu hari Senin Wage atau Kamis
Kliwon. Upacara Cing-cing Goling dilaksanakan di Bendungan Dawe (Bendungan
Kedung Dawang). Di tengah upacara biasanya disajikan pertunjukan tari yang
bernama Tari Cing-cing Goling.
Upacara Cing-cing Goling merupakan perpaduan
dua unsur yang sebenarnya cukup berbeda, yaitu unsur Hindu yang dibawa oleh
pelarian dari Kerajaan Majapahit dan unsur kejawen dari penduduk yang mendiami
wilayah yang kini dikenal dengan nama Dusun Gedangan. Meski berbeda, kedua
unsur ini ternyata bisa berpadu dengan apik yang dibuktikan dengan perayaan
selamatan bersama yang terwujud lewat Upacara Cing-cing Goling. Para pelarian
yang bisa membaur dan penduduk setempat yang mau menerima orang-orang asing
menandakan bahwa kebudayaan lokal mempunyai kearifan tersendiri dan tidak
antipati terhadap masuknya budaya pendatang.
Upacara Cing-cing Goling merupakan upacara
selamatan yang berskala besar untuk ukuran sebuah perayaan adat. Setiap
digelar, upacara ini menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Keperluan untuk upacara
tersebut misalnya pembuatan tempat upacara, pembelian ratusan ayam (kadang
mencapai 800 ekor) untuk keperluan upacara, pembelian berbagai sesaji,
pementasan berbagai kesenian adat berupa cerita rakyat dalam bentuk fragmen
yang berkisah tentang cerita pelarian orang-orang dari Kerajaan Majapahit (pada
salah satu adegan terlihat puluhan orang berlarian menginjak-injak tanaman
pertanian yang terdapat di sekitar bendungan. Berdasarkan kepercayaan
masyarakat, tanaman yang diinjak-injak saat berlangsung Upacara Cing-cing
Goling itu akan bertambah subur), dan pementasan Tari Cing-cing Goling.
Ada hal yang menarik dari ritual persembahan
ayam, yaitu kemasan berbentuk tas yang terbuat dari janur atau daun kelapa
untuk wadah ayam tersebut. Kemasan dari janur ini kini sudah sangat langka ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Gunungkidul.
Meskipun memerlukan biaya yang tak sedikit,
tetapi Upacara Cing-cing Goling tetap dihelat setiap tahunnya. Masyarakat
Gedangan menganggap upacara yang telah bertahan selama berabad-abad ini sebagai
bagian dari adat dan harus dilestarikan.
Ha Ha, apik kui Li, jenenge uapacarane, Cing-Cing Goling,,wkwkwk
BalasHapus